"Happy Reading guys :D just a little karyaku @prabaniska"
-Rendy
kecilku-
“Mamah..
mah, liat nih Rendy bawa apa. Ini bunga buat mamah” suara khas anak kecil itu
membuyarkan lamunannya.
Rendy
kecil menyematkan bunga yang ia petik ketelinga mamahnya, ia sangat senang
ketika melihat sang mamah memakainya. Baginya, mamahnya adalah malaikat yang
turun dari khayangan dan menjadi mamah paling cantik sedunia.
“Mamah
cantik” ucapnya sambil memandang dengan mata berbinar.
Letty
mengusap lembut kepala anaknya, ia memandangi wajahnya dan tersenyum. Layaknya
seorang ibu yang sangat menyayangi anaknya, ia tak pernah melewatkan waktu
luangnya untuk anaknya. Sekalipun lelah karena bekerja, ia tetap menemani
anaknya bermain.
“Kamu
juga ganteng sayang, mamah sayang banget sama jagoan mamah satu ini” ucapnya
mencium kening anaknya.
“Wah...
ada apa nih kok mamah make bunga sih? Hayo Rendy mau rebut mamah dari papah
yaaaa?” goda Hanafi yang tiba—tiba duduk di samping istrinya.
“Ahh
papah ganggu, kan ceritanya Rendy mau jadi pacar mamah dulu. Papah sih keburu
dateng” ucap Rendy kecil sedikit cemberut.
“Mamah
akan selalu jadi pacar Rendy kok, papah gak akan ganggu” ucap Hanafi lembut.
“Asyiiiikkkk.
Papah kalah, horeee” Rendy berkata sambil jingkrak—jingkrak senang.
“Rendy
main lagi ya pah, mah, dahhhh”
Rendy
kecil berlari menjauh dari tempat dimana orang tuaya duduk, ia kembali bermain
dengan kawan sebayanya di taman belakang rumah mereka.
“Anak
itu mirip dengan Rendy ya? Dia energik, aku sayang sama dia”
Letty
menoleh ke arah suaminya, ia tertegun dengan ucapan Hanafi. Sungguh, ia beruntung
mendapatkan suami seperti Hanafi. Letty tersenyum mendengarnya, ia berkata
dalam hati ‘Ren, anak kita mirip kamu.
Aku juga menyayanginya’
“Sampai
sekarang aku masih ingat kejadian waktu itu. Aku belum sepenuhnya dapat
melupakannya” kata Letty memandang kelangit dan menerawang jauh ke masa lalunya.
2008
“Tak
terasa ya, kita sudah hampir menikah. Tinggal 1 bulan lagi kita menikah,
sungguh aku menantikan hari itu. Bagaimana denganmu, Letty?”
“Tentu saja, jika aku tidak menantikannya aku tidak akan menerima lamaranmu 9 bulan yang lalu dan aku tidak akan bersamamu sampai saat ini” jawab Letty.
“Tentu saja, jika aku tidak menantikannya aku tidak akan menerima lamaranmu 9 bulan yang lalu dan aku tidak akan bersamamu sampai saat ini” jawab Letty.
“Kamu
memang selalu seperti itu, tapi.. terimakasih telah mengubahku saat aku masih
SMA dulu. Aku yang berandal, aku yang selalu bolos sekolah, namun saat tak
sengaja menabrak mobilmu, aku melihat sosok yang indah. Kamu turun dari mobil
dan marah-marah, hampir saja aku naik pitam, kalau saja tidak ada lelaki di
sebelahmu”
“Rendyyyy..
itu Hanafi, dia sahabatku sejak SMP. Kebetulan kami bareng, soalnya mobil dia
lagi di bengkel. Kamu waktu itu ngira pacaran kan? Hahaha”
Rendy
Alyasa Pratama adalah seorang yang amat dicintai Letty, mereka pacaran sejak
Letty naik kelas 2 SMA,waktu itu mereka tak sengaja terjebak konflik. Awalnya
Rendy menganggap Letty adalah gadis yang cengeng yang hanya bisa mengandalkan
seseorang yang bernama Hanafi, yang saat itu ia kira adalah pacarnya. Sedangkan
Letty menganggap Rendy adalah lelaki yang hanya bisa membantah dan bolos
sekolah. Tak mereka sangka kini mereka telah diambang pernikahan.
Cinta
yang benar-benar membuat bingung semua orang, Rendy yang notabene adalah preman
sekolah atau biasa dipanggil penguasa sekolah, sedangkan Letty hanya gadis
biasa yang tak begitu memperdulikan kepopulerannya. Namun sejak Letty menjadi
pacar Rendy dan Rendy berubah total, nama Letty semakin tak asing saat SMA.
Seantero SMA 2 BAKTI LUHUR telah mengenalnya sebagai ‘Letty-nya Rendy’.
Di
sebuah rumah makan sederhana yang terletak di dekat persimpangan jalan, mereka
duduk bersama, menikmati malam minggu yang indah. Banyak bintang bertaburan di
langit, seakan mendukung mereka dan menyuruh mereka untuk tetap bersama. Angin
malam berhemus pelan, membuat badan Letty sedikit dingin. Hanya mengenakan
t-shirt dan celana jeans. Rendy melepaskan jaket jeansnya dan dikenakan ke
tubuh gadisnya, ia berbisik, “kamu seksi pas kamu kedinginan” goda Rendy.
Letty
hanya mendelik dibuatnya, lalu kembali tersenyum. Ia menatap wajah Rendy yang
berseri, menunggu hari dimana mereka telah sah menjadi suami istri.
“Kita
pindah tempat yuk, di sini terlalu rame dan dingin. Aku gak mau gadisku satu
ini ngomel-ngomel gak jelas gara-gara kedinginan” sambil melirik wajah cantik
Letty.
“Mau
kemana?” tanya Letty yang kemudian menatap mata sang kekasih.
“Villa?
Aku udah bilang sama papah, dan aku udah ngizinin kamu ke mamah papah mu.
Mereka setuju, aku membawa makanan kecil di mobil. Bagaimana menurutmu?” tanya
Rendy.
Letty
berfikir sejenak dan menganggukkan kepalanya, ia beranjak untuk masuk dalam
mobil kekasihnya. Digandengnya tangan Rendy, berjalan beriringan bak seperti
pasangan yang sudah ditakdirkan untuk bersama.
HandPhone
Letty berdering saat sudah duduk manis dalam mobil, ia mengambilnya dan membaca
nama di layar HPnya. ‘Hanafi? Tumben’
batinnya. Letty mengangkatnya dan mengucap salam seperti biasanya.
“Assalamu’alaikum,
gimana Fi?”
“Kamu
dimana Let?” tanya Hanafi
Rendy
menoleh ke Letty, mengerutkan keningnya dan bergeming ‘siapa?’. Letty membalas bergeming ‘Hanafi’. Kemudian Rendy fokus kembali dengan setirnya, ia
mengemudikan laju mobilnya dengan kecepatan normal.
“Lagi
jalan sama Rendy, ada apa?”
“Cieee
yang bentar lagi married, iri lah
aku, sial!” pekiknya bergurau
“Hahaha
yadong, kamu sih gak mau bareng sekalian, ya kali tuh penghulu mau nikahin kamu
juga. Hahaha”
“Ngledek?”
jawab Hanafi singkat
“Hahaha
oiya lupa, kamu kan jomblo. Sorry,
spontan tadi” ucap Letty merasa bersalah.
“Kalian
mau kemana emang? Dasar! Mentang-mentang udah mau married terus kalian ngelupain sahabat sendiri”
“Aduh
Hanafiiiii, gak gitu ah. Enggak, jadi gini Rendy mau ngajak aku ke Villanya.
Sekalian weekend-an sih haha”
“Makanya
jangan jomblo Fi hahaha” seru Rendy nimbrung obrolan Letty.
“Wah
sialan tuh anak! Awas ajak kalo sampe ketemu, aku tonjok juga deh” gurau
Hanafi, “Oiya, kalian nginep?” lanjutnya
“Iya,
lagian udah malem juga. Aku kan capek kakaaaakkk” suara Letty terdengar manja,
membuat Hanafi semakin menyayangi gadis itu.
Hanafi
Prasetya Dirgantara, adalah sahabat sejak SMP, Hanafi menyukai Letty sejak
pertama bertemu di perpustakaan kota. Saat itu Letty sedang mencari buku
tentang sejarah manusia, saat itu Letty kesulitan mencarinya hingga akhirnya ia
bertemu dengan sosok tampan Hanafi.
Mereka
berkenalan dan tak disangka juga, mereka satu SMP. Hanya saja Hanafi 1 tahun
lebih tua dari Letty. Mereka bersahabat sangat erat, sampai-sampai ada yang
mengira mereka pacaran. Mereka tidak hanya seperti orang pacaran, mereka sangat
friendzone. Namun menurut mereka itu
wajar, seorang sahabat yang menyayangi sahabat lainnya.
“Oke,
selamat bersenang-senang, inget! Jangan macem-macem! Oke cantik?” kata Hanafi
memberikan nasehat.
“Yaa,
seperti biasanya kau selalu menjadi kakak tiriku yang kutemukan di SMP
Cenderawasih hahaha. Oke bye ganteng, aku pacaran dulu yaa sama calon suami.
Haha”
“Oke.
Assalamu’alaikum”
Hanafi
menutup telfonnya dan kembali dengan aktivitasnya, mendesain. Dia kuliah di
jurusan arsitektur, dia adalah arsitektur muda yang sejak semester dua sudah
diminta untuk mendesain rumah salah satu dosennya.
^^^^
Hampir
1 jam mereka dalam perjalanan, waktu menunjukkan pukul 23.00, sudah sangat
larut. Namun perjalanan masih setengah jam lagi, jarak ke Villa Rendy memang
agak jauh, ditambah jalanan yang masih saja ramai di padati mobil—mobil pribadi
yang akan liburan di villa mereka sendiri.
Tepat
pukul 23.30 mobil Rendy sudah berada di depan gerbang villanya, mang Udin,
salah seorang yang menjaga villa Rendy membukakan gerbangnya. Ia memberikan
kami senyum, Rendy membalasnya dengan memberinya sedikit uang tip.
“Sayang,
udah sampe nih” ucap Rendy memgoyang-goyangkan tubuh kekasihnya pelan.
Namun
karena Letty terlalu ngantuk dan lelah, Letty memilih mengabaikannya. Ia hanya
berkata “Ngantuk”. Mendengar hal itu, Rendy hanya menggeleng-gelengkan
kepalanya.
“Mau
dipapah?” tanyanya kemudian
Letty
hanya mengangguk manja, ia tetap tidak memaksa tubuhnya untuk bergerak sedikitpun.
Meskipun begitu, ia sebenarnya sudah bangun, hanya saja sifat malasnya mulai kambuh.
Rendy sudah hafal itu sejak mereka pacaran. Ia turun dari mobilnya dan
memanggil mang Udin.
“Mang,
bantuin Rendy buat bawa barang-barang di bagasi. Nih si Letty udah tepar.
Kecapekan kayaknya, taruh aja di ruang tamu. Oke?”
“Baik
tuan” jawab Mang Udin tanpa mengelak.
Sesampainya
mereka di kamar, Rendy meletakkan Letty di kasur dengan hati-hati. Ia memandang
kekasihnya kasihan, keletihan, ia membelai wajah Letty lembut. Letty membuka
matanya, kini mereka berada di jarak yang sangat dekat, hanya 3cm. Jika Rendy
bergerak, maka hidung mereka akan bersentuhan.
“I
love you Lettysia Septiani Wibowo”
Letty
tersenyum, “Love you too Rendy Alyasa Pratama. Lebih lebih mencintaimu dari
apapun”
Rendy
mendekatkan wajahnya ke wajah Letty, kini sebuah sentuhan hangat mendarat di
bibir mungil Letty. Ia memeluk erat kekasihnya, melepaskan ciumannya,
memandangi mata indah kekasihnya. Tersenyum bahagia tersirat dalam wajahnya.
“Aku
bersyukur Tuhan menurunkan bidadari indah untukku, malaikat tanpa sayap yang
senantiasa mau bersabar karena lelaki berandal sepertiku. Membimbingku sampai
aku berubah menjadi anak yang membanggakan orang tuaku. Terimakasih sayang”
Ia
kembali mencium bibir mungil kekasihnya. Letty membalasnya dengan lembut, ia
menutup matanya. Mereka larut dalam indahnya bercinta, hingga terlelap.
Keesokan
harinya, Letty hendak bangun untuk mengambil air wudhu. Ia mendapati tubuhnya
sudah tak berpakaian, ia membangunkan kekasihnya. Ia terkejut saat melihat kekasihnya
juga tak berpakaian. Ini kesalahan besar!
“Apa
yang kamu lakukan padaku? Kita belum sah sayang! Kau benar-benar berandal!”
ucap Letty setengah marah.
Rendy
mengucek-ucek matanya, berharap ini hanya mimpi. Membuka matanya dan “Allahuakbar, sial! Dosa.. dosa... duh,
gimana nih? Berfikir-berfikir!” ucapnya sambil memukul-mukul kecil kepalanya.
“Tapikan pernikahan kita tinggal sebulan lagi sayang, udah gapapa. Insyallah Tuhan mengampuni kita,
banyak-banyak berdo’a aja. Lagian kamu juga sih tadi malem gak bangun dari
tidurmu”
“Hah
dasar! Udah sana pakai bajumu dan ambil air wudhu, aku mau mandi ngebersihin
diri”
^^^^
H-1, semua sudah
sibuk dengan kegiatan masing-masing. Letty tidak pernah cerita dengan kedua orang
tuanya tentang kejadian malam itu, begitu juga Rendy, mereka menyimpan
rapat-rapat rahasianya. Dan untung saja Letty tidak hamil sebelum waktunya, ia
bersyukur Tuhan masih berpihak padanya. Rahasia ini hanya Hanafi yang tahu,
sedikit kecewa dengan penuturan sahabatnya, namun karena tangis sedu sahabatnya
ia luluh. Ia tak kuasa melihat orang yang ia sayangi sedih ataupun terluka.
Letty
sedang mempersiapkan baju yang akan ia kenakan di hari pernikahannya, ia
memilahnya. Ada tiga baju yang ia pakai, 1 baju untuk akad nikah, baju untuk
resepsi siang dan resepsi malam. Lumayan mewah, karena mereka sama-sama dari
keluarga berada, terutama Rendy.
Letty
sudah tidak sabar menunggu hari itu, ia senyum-senyum sendiri di kamarnya.
Tok..tok..tok..
Suara
ketukan pintu itu membuyarkan imajinasinya, ia menoleh ke arah pintu, sosok
lelaki tampan yang sudah membawa kado untuknya. Siapa lagi kalau bukan sahabat
yang ia sayangi, Hanafi.
“Haii
cantik, cieee besok udah jadi istri orang! Aku rebut aja gimana? Atau aku culik?”
goda Hanafi sembari menyerahkan kado besar yang ia tenteng memakai tas plastik
putih.
“Wahhh
apa ini? Makasih yaa. Mau nyulik? Abis itu kamu dipukulin Rendy hahaha” gurauan
yang pernah ia celetukkan saat SMA.
“Yah..
kok gitu sih? Ya kali Rendy nyerahin kamu buat aku haha, jadi inget pas kita
becanda bareng di kantin sekolah. Tiba-tiba si Rendy marah-marah gak jelas,
ternyata dia cemburu hahaha”
“Iya,
waktu itu aku juga bingung banget! Hihi” jawabnya “By the way, kamu nginep sini kan? Soalnya kamu
harus jadi pendampingku pas aku nikahan, jadi saksi nemenin papah, oke?”
“Pasti
cantikkk” ucapnya sambil memencet hidung mancung Letty. “Rendy mana?” tanyanya
kemudian.
“Gak
tau, bentar aku telfon”
Dengan
lincah, Letty memencet tombol nomornya Rendy, ia menunggu jawaban Rendy.
Di
jalan..
Rendy
sedang mengebut untuk sampai ke rumahnya, ia membawa bunga kesukaan Letty dan
bunga kesukaan mamahnya. Ia sangat menyayangi kedua wanita itu, saat HandPhonenya berdering, ia melirik HandPhonenya yang ia letakkan di
sebelahnya. Ia mengambilnya sambil sesekali fokus pada jalan. Mengangkat
telefon dari kekasihnya, dan kejadian itu terjadi.
Saat
Rendy hendak membelokkan mobilnya, ia menghindari truk yang dengan seenaknya
mengerem dadakan. Kecelakaan sebelum hari indah itu datang, membuat semua orang
sedih, terutama Letty. Ia sangat merasa bersalah karena kejadian itu, ia terus—terusan
menyalahkan dirinya. Hingga 1 bulan lebih, ia hanya menangisi dan memandangi
foto Rendy yang ia pasang di meja dan di dinding kamarnya.
Hanafi,
seorang sahabat setia yang rela menunda bahkan membatalkan niatnya untuk
menggarap desain suatu perusahaan hanya untuk menghibur Letty. Ia ikut sedih
atas kejadian itu, ia juga mengkhawatirkan kesehatan Letty. Akhir—akhir ini ia
sering berpikir aneh—aneh yang membuatnya terpaksa terjaga setiap malam.
Hingga
suatu hari, Letty mual—mual, ia mulai tidak nafsu makan. Ia cerita pada Hanafi
saat Hanafi menjenguknya, Hanafi menyimak setiap kalimat gadis didepannya. Ia
merasa iba melihat gadis yang ia sayang merasa sedih.
“Besok
kita ke dokter buat cek”
“Cek
apa?” kata mamah Letty yang tiba—tiba muncul dari balik pintu
Sontak
Hanafi dan Letty kaget bukan kepalang, kebingungan apa yang akan dijawab. Namun
dengan pandainya Hanafi menutupi rahasia Letty dengan baik. Mamahnya mengangguk
mengerti saat diceritakan masalahnya.
“Oiya
tante, boleh Hanafi minta izin?” tanyanya sopan
“Apa
Fi? Tumben—tumbenan kamu minta izin, biasanya juga langsung” gurau mamah Letty,
yang membuat Letty memandanginya tajam.
“Hanafi
mau mempersunting Letty, ini pesan dari Rendy dan sebenarnya Hanafi udah suka
dan sayang sama Letty sejak SMP. Hanya saja Hanafi gak berani ngomong ke Letty.
Boleh?”
Mendengar
penuturan Hanafi, Letty langsung melongo. Mamah Lettypun tak kalah terkejut,
belum lama ia mendapati putrinya gagal menikah, kini ia mendapatkan kejutan
yang tak kalah hebat. Mamah Letty hanya tersenyum seraya berkata “Tante ngikut
Letty saja, kalau kami selaku orang tua ingin anak—anaknya bahagia J”
ucapnya bijak.
Keesokkan
harinya..
Rumah
Sakit Bersalin Indah..
“Selamat
ya mbak Letty, anda akan menjadi seorang ibu. Usia kandungan masih belia, sudah 2 minggu”
Kalimat
itu terus tergiang saat Hanafi dan Letty keluar dari rumah sakit. Letty
kebingungan dengan apa yang dihadapinya, ia bahkan berfikir kalau ia akan gagal
menikah gara—gara Hanafi sudah tahu hal ini. Hanafi memandangi Letty
lekat—lekat, seolah mengerti apa yang ada dipikiran gadis itu.
“Tenang
aku akan tanggung jawab, aku sayang kamu apa adanya” ucapnya
“Tapi
aku..”
Hanafi
meletakkan telunjuknya di bibir Letty “Ssssttt, aku menyayangimu apa adanya,
minggu depan kita menikah. Bukankah sudah kita bicarakan dengan keluarga kita?
Dan keluarga Rendy?” ucapnya tulus.
‘Tuhan... begitu indah rencanamu, aku kehilangan
lelaki yang akan menjadi suamiku, namun Engkau menurunkan seorang lagi yang
lebih Kau kehendaki. Aku bersyukur karnanya’ batin Letty.
Dua
minggu kemudian..
Pernikahan
berlangsung haru bercampur sedih, semua para tamu undangan tak kuasa menahan
air matanya saat acara sungkeman. Mereka ikut bahagia karena rekan kerja, SMA,
SMP, bahkan KULIAH dan SDnya datang hanya untuk menyaksikan temannya menikah.
^^^^
“Benar,
waktu itu aku sangat terpukul dengan kejadian yang menimpamu. Aku ikut
bersedih, terluka karena kamu juga terluka. Aku akan lebih sedih lagi bila saat
itu kamu masih down atas perginya
Rendy” jawab Hanafi
“Aku
menyayangimu Fi, lebih dari apapun”
Dipeluklah
istri tercintanya itu, diusap lembut kepala sang istri. Letty melepaskan
pelukannya dan melirik jam ditangannya.
“Sudah
jam 4 sore” ucapnya “Rendy.... sini nak, udah sore. Ayo mandi dulu” serunya
pada anaknya
“Iya
mah..” Rendy kecil berlari menuju kedua orang tuanya.
Letty
memeluk Rendy dan menggendongnya, diikuti langkah kaki istrinya. Hanafi
menggoda Rendy kecil dari belakang. Keluarga yang sempurna.
‘Tuhan menciptakan sebuah kejadian atau
cobaan pasti mempunyai maksud dan tujuan, hanya bagaimana kita menafsirkannya.
Bagaimana kita menyikapinya, bagaimana kita menggali hikmah yang ada dalam
setiap cobaan itu. Aku sungguh bahagia mempunyai suami yang menerimaku apa
adanya, dan anak yang benar—benar aku sayangi. Aku menyayangi Rendy yang kini
sudah berada disurga, dan aku juga menyayangi Rendy kecilku. Arendy Fisia
Pratama, anak pertama yang benar—benar ia sayangi. Terimakasih Tuhan..’
~~~Sekian~~~
0 komentar:
Posting Komentar