Memoriam
to Almrh. Mamah (Ibu Rusminah – tercintaku)
Hampir
satu tahun kau meninggalkan dunia ini, meninggalkan suami dan anak-anakmu. Hampir
setahun kau memantauku dari surga sana, melihatku tanpa bisa kulihat (kembali).
menyentuhku tanpa dapat kurasakan, memelukku tanpa bisa kubalas, dan merasa
bahagia kala melihat keluargamu didunia bahagia. Kehilangan? Tentu saja, tidak
ada seorang anak yang bahagia ditinggal pergi oleh ibunya. Bila adapun, itu
pasti anak tidak tahu terimakasih (sepertinya) atau bahkan anak durhaka
(katanya).
Hampir
satu tahun berlalu, aku harus mengurus urusan yang harusnya dikerjakan seorang
ibu. Menggantikan peran ibu bagi adikku dan papahku. Merangkap seorang, anak,
kakak, dan anak rumah tangga (semacam apa yaaa -_-). Memikul beban berat,
berpikir lebih dewasa, dituntut untuk lebih dari segalanya. Menyakitkan? Tentu saja,
tapi.... adakah aku mengeluh? Tentu ada, tidak ada manusia di dunia yang tidak
mengeluh meskipun hanya sebentar sekalipun itu uztadz. Aku memang mengeluh,
tapi aku berusaha untuk bangkit. Memikirkan apa yang harusnya dipikirkan,
merencanakan apa yang harus direncanakan, dan mengurus apa yang harus diurus. Bagai
kedutaan besar suatu negara, aku seperti robot yang harus bekerja. Bagai air
yang selalu menyejukkan kala aku sedang emosi dan hati menyelimuti untuk
meredamnya. Bagai matahari yang selalu dibutuhkan oleh papah dan adikku.
Aku tak
lepas darimu, mamah. Aku tak lepas dari dukungan dan semangatmu. Aku hanya
anakmu yang merindukanmu, merindukan gurauanmu, merindukan canda tawamu,
merindukan kasih sayangmu, merindukan semuanya tentang mu, Mamah. Adakah kau
disana merindukan anakmu ini? Jawabannya aku tahu Mah, iya! Kau merindukanku. Bahkan
kala aku menulis ini, mencurahkan isi hatiku kau sedang mengamatiku, menitihkan
air mata (mungkin) kala aku menangis karnamu. Merasa sedih kala aku menangis
tak henti-hentinya hanya karna merindumu. Lihatlah wujud asli anakmu, Mah..
anakmu lemah, tidak sekuat yang pernah kau bangga-banggakan pada semua orang. Satu
titik yang membuatku goyah adalah dirimu, satu titik kelemahanku, Mamah. Berapa
kali dan berapa banyak air mata yang kuteteskan, takkan mengubah takdir bukan? Aku
memang menerima dengan ikhlas, Mah.. tapi kadang kala aku sedih, sakit, kenapa
Mamah harus pergi secepat itu? Kenapa Mamah harus pergi sebelum aku lulus,
kerja, menikah, bahkan mempunyai anak? Tuhan memang adil, Mah.. aku tahu itu.
Tuhan tahu yang terbaik buat Mamah, akupun tahu itu. Tapi.... Mah, maaf bila aku menangisi kepergianmu untuk
kesekian kalinya, aku hanya merindukanmu. Sungguh, tak ada maksudku membebani
kepergianmu. Aku menyayangimu, Mamahku.
Bukankah
Tuhan mengambilmu karna Dia menyayangimu? Aku bangga pernah memelukku, aku
bangga mencintaimu, aku bangga mempunyai Mamah yang luar biasa hebat sepertimu.
Aku ingin sepertimu, Mah.. bisakah? Tidak... aku takkan bisa sepertimu, kau
sempurna bagiku, bagi suamimu, dan bagi keluarga bahkan saudara-saudaramu. Aku bangga
Mamaaaaaahhh... bangga banget.
Mengapa
Tuhan memberimu penyakit yang mematikan? Mengapa Tuhan memberimu kesempatan
mendampingiku hanya sebentar? Mengapa Tuhan mencabut nyawamu? Jawabannyapun aku
sudah tahu, Mah... karna Dia tahu kau mampu melewati cobaan-Nya, karna kau
mampu menahan sakitnya, dan karna kau memang hamba-Nya yang disayang. Luar biasa
kuasa-Mu, Tuhan. Tapi kenapa Mamahku yang melewatinya? Kenapa Mamahku yang
mengalaminya? Itupun aku tahu jawabannya, karna Kau telah memilihnya dan hanya
dia yang menjadi garis takdir yang Kau tulis.
Tuhan..
bahagiaan Mamahku di surga sana, jadikan ia hamba-Mu yang selalu disisi-Mu. Buat
dia bangga akan keluarga yang ditinggalkan (yang akhirnya sukses melewati
cobaan-Mu, yang sukses dengan akademik dan kerjanya, dan yang selalu mengingat-Mu
dan mengingat Almrh. Mamahnya atau Istrinya, atau adiknya, ataupun kakaknya).
Tuhan..
jadikan garis-Mu ini adalah kekuatanku, jadikan cobaan-Mu adalah pegambilan
hikmah yang akan membuatku belajar. Belajar ikhlas, sabar, tawakal, dan hanya
berserah kepada-Mu. Jadikan aku hamba-Mu yang selalu mengingat bahwa semua akan
kembali kepada-MU.
Tuhan..
do’aku selalu untuk Almrh. Mamahku, sampaikan salam sayangku untuknya. Sampaikan
rasa kangenku untuknya, sampaikan bahwa aku, anaknya yang masih dan terus
bangga menjadi anaknya. Bangga menjadi darah dagingnya, bangga menjadi anak
gadisnya. Dan sampaikan padanya aku sangat merindukannya. Sangat, sangat, sangat,
sangat, merindukannya. Sampai kapanpun sosoknya takkan pernah terganti,
meskipun nanti penggantinya akan datang. Mungkin akan sulit aku membuka hati
untuk “siapapun itu” yang akan masuk kedalam keluargaku kelak. Jangan salahkan
aku, jangan salahkan aku. Oke? Aku hanya belum bisa saja, dan aku harap “siapapun
itu” tidak crewet bila aku belum move on. Karna untuk urusan Mamah, aku takkan
bisa move on (maksudnya sayang dan cintanya). Selebihnya pikir nanti, dan
yah... “siapapun itu” jika mengusik dan menggangguku, aku gak segan-segan keras
padanya. Sekali lagi, jangan salahkan aku, salahkan “siapapun itu” saja. Oke? Apa?
Aku egois? Untuk urusan yang satu itu aku wajib egois, dan maaf-maaf saja aku
belum bisa merubahnya. Ha ha ha. And i don’t care.
Dan ketika
kamu menyayangi ibumu, seperti kamu menyayangi dirimu (bahkan melebihinya)
sesungguhnya kamu adalah anak yang selalu menjadi kebanggan ibumu. Karna sejelek-jeleknya
tingkah anaknya, ibu takkan membencinya dan takkan menelantarkannya. Ibu akan
selalu membimbingnya, takkan mengacuhkannya. Ibu akan selalu mendampingi kita,
meski ia telah berpulang. Ibu akan menjadi guru paling sabar yang akan
mengajari dan membenahi dimana letak kesalahan kita.
Tentang
balas budi, ibu takkan pernah memintanya. Ia takkan menagihnya, takkan pula ia
mengungkitnya. Karna ia tulus memberikan kasih sayang dan hidupnya hanya untuk
anaknya. Karna ia sanggup merelakan nyawanya untuk anaknya.
Berterimakasihlah
padanya, selagi ia hidup. Beda denganku yang telah ditinggalnya. Do’a selalu
kusertai untuknya
Thank’s
to my mother. Big thank’s :* tulusmu takkan pernah hilang.
0 komentar:
Posting Komentar